Berani Menginap Di Hotel Es, Swedia?
DREAMERSRADIO.COM - Swedia memiliki berbagai hotel dengan konsep yang unik demi menarik para wisatawan mancanegara berkunjung ke negaranya. Saat memasuki bulan Desember dimana suhu di negara ini menjadi sangat dingin yaitu di bawah nol derajat celcius, Swedia membangun sebuah hotel es baru di negaranya.
Dilansir dari Daily Malil, Ice Hotel merupakan penginapan unik yang sangat terkenal karena hanya ada pada saat musim dingin saja. Hotel yang dibangun dari balok-balok es ini dibuka di Swedish Lapland, JukkasjÀrvi, Swedia Utara.
Hotel ini memiliki luas sekitar 59.200 persegi, dibangun dengan menggunakan 2.000 ton es dari sungai dan 3.000 ton dari kombinasi es dan salju yang digunakan agar struktur bangunan tidak runtuh.
Hotel ini memiliki 65 kamar dan memberikan pengalaman yang berbeda dengan sensasi dingin yang luar biasa. Hotel ini pun menawarkan pengalaman lain yang bisa dinikmati wisatawan saat menginap di 13 kamar yang masing-masing didesain khusus.
Selain wisatawan yang hanya sekedar datang untuk liburan, sejumlah seniman dari seluruh dunia pun datang ke Icehotel setiap musim dingin untuk memberikan sentuhan unik mereka. Tak tanggung – tanggung, mereka bahkan menciptakan ruang atau patung untuk memberi kesan berbeda pada lingkungan hotel.
Berbagai fasilitas hotel yang terbuat dari es dapat dinikmati oleh wisatawan mulai dari tempat tidur yang kasurnya terbuat dari es dan hanya ditutupi dengan kulit rusa, Bar minuman dari balok es, hingga sebuah kapel es.
(dits)
Sumber: dreamersradio.com
Hotel Unik, dari Rasa Afrika hingga Liverpool
TEMPO.CO, Jakarta - Hotel menjadi salah satu faktor paling penting bagi perjalanan wisata para pelancong. Berbagai ragam hotel mulai kelas backpacker hingga servis pelayanan kelas wahid ditawarkan.
Hanya, ada juga pengembang yang merancang hotel dengan tema nyeleneh. Berikut ini adalah hotel-hotel dengan tema unik untuk pelengkap wisata Anda.
1. Hotel Rasa Hutan Afrika
Ingin merasakan sensasi tidur di tengah hutan dengan pelayanan hotel bintang 4, mampirlah di Mara River Safari Lodge. Hotel yang berjarak sekitar 45 kilometer dari Bandara Internasional Ngurah Rai ini menawarkan sensasi ala Afrika.
Bahkan, ketika Anda membuka jendela kamar, hewan seperti kuda nil atau zebra bisa disaksikan secara langsung. Ada lima tipe kamar yang ditawarkan, semuanya mengusung nuansa khas Afrika, yang dibandrol dengan harga Rp 1,8 juta hingga Rp 3,6 juta per malam.
Tandala Suit, misalnya, dibangun dengan gaya rumah pohon beratap jerami dengan pemandangan alam liar tepat di depan tempat tidur. Kemudian Swala Deluxe yang dikelilingi rumput tinggi dan memiliki sentuhan menyatu dengan alam.
Bahkan, antara pukul 18.00 WIB dan 22.00 WIB, ada Night Safari. Para pengunjung diajak berkeliling menikmati panorama khas Afrika selama 30 menit. Anda juga diberi kesempatan untuk memberi makan gajah, zebra, harimau, dan singa Tsavo.
2. Hotel Penggemar Liverpool
Nama Steven Gerrard tidaklah asing bagi para penggemar sepak bola. Apalagi bagi fans klub asal Inggris, Liverpool. Di Bandung, nama kapten kesebelasan Liverpool ini disulap menjadi sebuah hotel, Stevie G Hotel.
Hotel yang dibanderol dengan harga Rp 550 ribu hingga Rp 1,1 juta per malam ini memang diperuntukan bagi para Liverpudlian--julukan penggemar klub ini. Ada 24 kamar yang disediakan dengan masing-masing tema dan nama yang unik.
Ada tema robot, retro, sampai pop-art. Tapi yang paling terkenal adalah kamar dengan tema "This is Anfield" merujuk pada markas The Reds. Kamar ini dihiasi potret legenda klub, seperti Robbie Fowler, Ian Rush, Michael Owen, Luis Suarez, dan yang pastinya Steven Gerrard.
Selain itu, ada juga gambaran momen-momen bersejarah Liverpool. Di sisi lain kamar, dilengkapi dengan kertas dinding bergambar lapangan Anfield dengan logo LFC. Lokasi hotel ini hanya 35 menit perjalanan dari Bandara Husein Sastranegara atau tepatnya dekat dengan obyek wisata Kampung Gajah.
3. Hotel bagi Para Surfer
Bali selalu identik dengan selancar. Cuaca yang hangat dan pantai dengan ombak yang besar disebut-sebut sebagai tempat terbaik bagi para peselancar.
Untuk mengakomodasi hobi ini, sebuah hotel di Jalan Sriwijaya 88, Legian, Bali, didirikan dengan tema surfing: Bliss Surfer Hotel. Hotel yang berjarak hanya 20 menit perjalanan dari Bandara Internasional Ngurah Rai ini dikhususkan bagi penggemar selancar.
Tengok saja eksteriornya yang dihiasi dengan pelbagai papan selancar aneka warna cerah. Begitu pun kamar-kamarnya, yang dipoles dengan gaya minimalis. Tempat tidur hingga dindingnya dihiasi karya seni bertema selancar.
Hotel bintang empat ini menyediakan kamar dengan berbagai tipe, total ada 111 kamar. Dari kelas Deluxe hingga Family Suite dilengkapi ranjang tingkat bagi yang melancong sekeluarga dengan anak-anak. Sedangkan Deluxe Lagoon menyediakan layanan kolam renang.
Dengan tarif antara Rp 798 ribu sampai Rp 1,4 juta, hotel ini pas bagi pecinta selancar. Alasannya, lokasinya sangat dekat dengan Pantai Kuta--salah satu tempat tujuan para peselancar.
TRAVELOUNGE|SYAILENDRA
Sumber: tempo.co
Gila Makan dan Belanja di Thailand serta Kamboja
Thailand dan Kamboja tak hanya memiliki tempat wisata yang memukau. Kedua negara ini juga tempatnya wisata kuliner dan belanja.
Untuk urusan kuliner, sudah pasti Thailand tempatnya. Di Bangkok, penjaja makanan kaki lima bisa ditemui hampir di setiap trotoar, mulut gang, stasiun, dan pelabuhan kapal sungai. Makanan yang dijajakan mulai dari ayam goreng, pisang goreng, kue, es puter, berbagai macam minuman, masakan, sampai buah.
Soal harga, baik makanan yang dijajakan di kaki lima maupun di mal, semuanya relatif terjangkau. Makanan kudapan, misalnya, dijual dengan harga mulai dari 7 baht hingga 40 baht. Jika dirupiahkan berkisar Rp 2.500 sampai Rp 14.600.
Pisang goreng bertabur wijen, misalnya, satu kantong plastik dijual 20 baht. Ketan disiram kolak duren dijual 15 baht. Buah mangga potong, satu kantong 20 baht. Jus delima yang dibuat dari buah delima yang langsung diperas di tempat pun hanya dijual 40 baht.
Untuk urusan kuliner, sudah pasti Thailand tempatnya. Di Bangkok, penjaja makanan kaki lima bisa ditemui hampir di setiap trotoar, mulut gang, stasiun, dan pelabuhan kapal sungai. Makanan yang dijajakan mulai dari ayam goreng, pisang goreng, kue, es puter, berbagai macam minuman, masakan, sampai buah.
Soal harga, baik makanan yang dijajakan di kaki lima maupun di mal, semuanya relatif terjangkau. Makanan kudapan, misalnya, dijual dengan harga mulai dari 7 baht hingga 40 baht. Jika dirupiahkan berkisar Rp 2.500 sampai Rp 14.600.
Pisang goreng bertabur wijen, misalnya, satu kantong plastik dijual 20 baht. Ketan disiram kolak duren dijual 15 baht. Buah mangga potong, satu kantong 20 baht. Jus delima yang dibuat dari buah delima yang langsung diperas di tempat pun hanya dijual 40 baht.
Jika ingin menikmati kudapan ini dengan suasana Thailand yang kental, bisa mengunjungi kaki lima yang bertebaran di sekitar istana kerajaan Thailand atau Grand Palace. Umumnya penjaja kaki lima di Thailand menyajikan makanan di dalam mangkok styrofoam sehingga kita bisa menikmati jajanan tradisional Thailand sambil berjalan kaki menikmati kota Bangkok.
Makanan yang tidak boleh dilewatkan tentunya tom yum. Saya mencicipi masakan khas Thailand ini di Republic Food, Siam Center, salah satu mal di Bangkok. Satu mangkok tom yum sea food di mal ini hanya dijual 70 baht, tak lebih dari Rp 25.550.
Masakan lainnya yang patut dicicipi adalah phad thai yang menyerupai kwetiau goreng dengan tambahan kecambah dan potongan daging. Harganya di kaki lima sekitar 45 baht-70 baht (Rp 16.600-Rp 25.900).
Berwisata di Thailand juga jangan pernah melewatkan pasar mingguan Jatujak yang hanya digelar pada Sabtu dan Minggu. Lokasinya dekat dengan Stasiun Morchit sehingga bisa dijangkau dengan menumpangi kereta listrik Bangkok Train Sky.
Pilihan lainnya adalah Pasar Pratunam yang buka dari pukul 10.00 sampai 18.00. Hanya hari Senin, pasar ini tutup. Pasar ini menyajikan beragam jenis mode pakaian, dan tentunya juga suvenir. Bagi penggila busana, cocok mendatangi tempat ini.
Lelah berbelanja, manjakan diri di kedai-kedai pijat khas Thailand yang banyak tersebar di sejumlah tempat
Sementara di Kamboja, terutama di Siem Reap, dapat ditemukan Old Market dan Night Market yang menyajikan beragam oleh-oleh khas Kamboja. Krama, slayer khas suku Khmer yang umumnya bermotif kotak-kotak, merupakan oleh-oleh favorit karena hanya ditemukan di Kamboja. Harganya hanya sekitar 1,8 dollar AS sampai 2 dollar AS setelah ditawar. Biasanya pedagang menawarkannya seharga 2,5 dollar AS.
Sementara untuk satu potong kaus sablon bergambar candi Angkor Wat dan hal yang khas di Kamboja bisa diperoleh dengan harga 2 dollar saja. Meskipun murah, bahan yang digunakan cukup baik dan tidak panas.
Soal makanan, Kamboja memiliki masakan khas, yaitu amok. Jika dirasa-rasa, bumbu masakan ini mirip dengan sambal goreng hati. Hanya saja masakan ini berkuah. Satu porsi, lengkap dengan nasi dijual dengan harga 3 dollar AS.
Oya, yang istimewa di Kamboja, adalah nasinya. Nasi di negara ini memiliki rasa yang sangat enak, berbeda dengan nasi Thailand sekalipun. Rasanya legit dan pulen, tetapi juga kenyal dan aromanya harum. (Madina Nusrat)
Sumber : Kompas Ekstra dan kompas.com
Editor : I Made Asdhiana
Wisata Muslim Ningxia, Ada "Debus" Suku Hui
PULUHAN pelajar putri berdiri berjajar di lorong utama
kompleks perumahan di salah satu sudut Kota Wuzong, Provinsi Otonom
Ningxia, China, menyambut kedatangan hampir 200 operator wisata Muslim
dari 20 negara, Senin (9/9/2013). Mereka adalah pelajar dari sekolah
khusus Muslim di kompleks perumahan yang baru dihuni beberapa tahun.
Perumahan
khusus Muslim yang di peta wisata disebut Wuzhong Muslim New Village
itu sengaja dibangun sebagai bentuk perhatian Pemerintah Provinsi
Ningxia kepada penduduk asli suku Hui yang umumnya beragama Islam.
Kompleks perumahan penduduk beragama Islam itu sekaligus menjadi salah
satu obyek wisata khas Ningxia. Turis dari sejumlah negara dapat melihat
langsung kehidupan suku Hui yang beragama Islam, cukup di satu tempat.
Sebelum
memasuki kompleks perumahan, pengunjung disuguhi atraksi tarian khas
penari-penari berkerudung. Perempuan berkerudung memang menjadi ciri
khas kawasan ini, menunjukkan penduduknya yang Muslim. Laki-laki,
tua-muda, dan berpeci putih menjadi penanda penduduknya yang beragama
Islam.
Beberapa pemuda menyajikan atraksi bela diri, baik dengan
tangan kosong maupun bersenjata pedang. Puncak atraksi menyambut
pengunjung adalah atraksi pamer kekebalan tubuh yang dilakukan dua
pemuda. Aksi mereka tak ubahnya debus khas Banten. ”Ini persis atraksi
debus di Banten,” ucap Lulu, Head of Hajj and Umroh Division PanTravel,
delegasi Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita)
Jakarta, saat berkunjung ke perkampungan suku Hui.
Aksi
mendebarkan ala debus itu di antaranya mematahkan batang besi, memukul
kepala menggunakan kayu yang berakibat patahnya alat pukul. Aksi yang
paling mendebarkan adalah saat seorang pemuda tidur telentang di atas
pecahan beling. Dadanya lalu ditutupi semacam alas tipis dari bahan
semacam marmer. Pemuda lainnya memukul hingga pecah alas itu menggunakan
palu besar. Seperti yang sudah diduga, dan kerap terlihat dalam aksi
debus, si pemuda yang tidur di atas hamparan baling tak terluka sama
sekali.
Penyambutan pengunjung di muka kompleks perumahan khusus
Muslim Hui itu menjadi pengantar para wisatawan sebelum memasuki
kompleks perumahan untuk melihat kehidupan sehari-hari secara langsung
penghuninya. ”Di perumahan ini terdapat 300 penduduk. Perumahan ini
dibangun pemerintah provinsi,” kata Shin Hwa, salah satu penerjemah yang
mengiringi rombongan pengunjung.
Perumahan terbagi dalam puluhan
kluster kecil, dan setiap kluster terdiri atas enam rumah. Di salah
satu sudut perumahan yang hanya memiliki satu jalan utama itu terdapat
kompleks sekolah.
”Saya sedang mengikuti pelajaran bahasa Inggris,” ujar Mariam, salah seorang pelajar
putri.
Jalur Sutera
Bagi
suku Hui, pendidikan generasi muda menjadi prioritas. Sebagai minoritas
di Provinsi Ningxia, kaum Muslim suku Hui ingin eksis. Apalagi,
kemajuan di provinsi itu semakin nyata. Salah satu penanda adalah
berseliwerannya mobil-mobil mewah bermesin besar keluaran Eropa dan
Jepang. Suku Hui tentu tidak mau tertinggal. Apalagi, leluhur mereka pun
mampu berkiprah di salah satu dinasti penguasa China, yakni Laksamana
Ceng Ho, panglima kerajaan beragama Islam yang namanya hingga kini masih
dikenang orang, termasuk di Indonesia.
Laksamana Ceng Ho adalah
salah seorang suku Hui. Beberapa sumber menyebutkan, suku Hui diyakini
sebagai keturunan para pedagang Arab ketika perdagangan di Jalur Sutera
berlangsung sejak tiga abad sebelum Masehi. Sebagian pedagang Arab yang
datang beberapa abad kemudian dan telah beragama Islam ketika itu tidak
kembali ke kampung halaman. Mereka bermukim dan menikahi warga setempat.
Dari merekalah agama Islam kemudian berkembang di Ningxia.
Keluarga Muslim suku Hui di kompleks perumahan yang dibangun pemerintah setempat di Kota Wuzhong, Ningxia.Mengikuti jalur perdagangan Jalur Sutera, agama Islam juga berkembang di Xian, Gansu, dan terbesar di Xinjiang, provinsi paling barat China. Jejak Jalur Sutera digambarkan secara lengkap di Museum Suku Hui, yang di tengah-tengahnya berdiri masjid besar.
Berkunjung ke Ningxia, pengunjung bisa menoleh kembali ke masa silam saat Islam mulai masuk dan berkembang di negara berpenduduk mayoritas beragama Buddha itu. Pengunjung beragama Islam pun tak perlu pusing dengan makanan karena pengelola wisata pada umumnya menyediakan makanan halal. Untuk beribadah, masjid pun mudah ditemui di provinsi dengan penduduk beragama Islam sekitar 2 juta jiwa, atau sepertiga dari total 6 juta penduduknya itu.
Ningxia yang juga daerah pertanian, dengan produksi terbesar jagung dan padi, kini terus berkembang menjadi daerah maju meski terletak di ”pedalaman” China. Kehidupan warga dan sejumlah obyek wisata lain khas kawasan itu tentu menjadi andalan penarik wisatawan dari seluruh dunia, tidak hanya kaum Muslim.
Demi mengenalkan Ningxia, digelarlah acara bertajuk ”World Muslim Tour Conference 2013” di Ningxia, pada 6-9 September. Hampir 200 operator wisata dari 20 negara berkumpul untuk membicarakan berbagai kemungkinan kerja sama pengelolaan wisata ke Ningxia. Acara dibuka Wakil Gubernur Ningxia Otonomi Daerah Wang Dia Shan. (Agus Mulyadi)
No comments:
Post a Comment