KOMPAS.com — Mobilitas memang lekat dengan transportasi, tetapi sayangnya lekat juga dengan keamanan individu. Beberapa tahun belakangan kerap terdengar berita tentang kejahatan yang terjadi selama berada di dalam taksi. Berita-berita ini menjadi perhatian publik dan menimbulkan keresahan. Sebab, bagi masyarakat perkotaan, taksi menjadi pilihan transportasi yang aman serta tersedia kapan saja apabila dibutuhkan.
Hampir tak ada lagi jam operasional yang baku, bukan hanya kegiatan pekerjaan yang panjang, melainkan juga kegiatan pelesiran kuliner, nongkrong, dan bersenang-senang pada akhir pekan atau setelah jam kerja. Apa pun alasannya, ketika tiba waktunya pulang, mungkin Anda akrab dengan saling mengirimkan nomor taksi yang ditumpangi kepada kawan atau orang-orang terdekat dan saling menginformasikan jika sudah sampai tujuan dengan selamat.
Semua ini adalah langkah pencegahan yang umum dilakukan dan memang sudah wajar dilakukan, terutama jika menggunakan alat transportasi pada waktu-waktu yang larut malam (tetapi perlu diingat kejahatan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja dan kepada siapa saja).
Banyak teori yang menjelaskan alasan sebuah tindak kejahatan terjadi. Untuk perampokan yang terjadi di taksi, sederhananya ialah karena motif ekonomi. Namun, dalam melakukan kejahatan, pelaku akan melalui proses pemikiran rasional atau dalam teori kriminologi dikenal dengan "Rational Choices Theory". Pelaku dalam menjerat korban dan juga hitung-hitungan untung rugi berupaya hasil yang diraih dari tindak kejahatan lebih besar ketimbang kerugiannya tertangkap polisi dan masuk penjara.
Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan mengurangi keuntungan dari pelaku agar dia tak memiliki kesempatan atau peluang melakukan tindakan kejahatan. Ini dapat diterapkan dalam kasus kejahatan di taksi. Nah, salah satu upaya preventif yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan aplikasi mobil, Naksi. Aplikasi yang tersedia di platform Android ini diciptakan untuk berbagi informasi saat Anda menggunakan jasa taksi ke teman-teman Anda, ala jejaring sosial.
Aplikasi yang dibesut oleh Join Team ini cukup mudah untuk digunakan. Pertama kali membuka aplikasi ini pengguna harus menentukan para "Angels", yakni orang-orang dekat Anda yang akan menerima segala info mengenai "kegiatan naik taksi" Anda.
Anda bisa memilih para Angels ini dari daftar kontak di HP Anda atau teman-teman di Twitter. Nah, saat Anda naik taksi, mulai dari tempat keberangkatan hingga tiba di tempat tujuan, para Angels ini akan menerima berbagai informasi lewat SMS dan direct message di Twitter sehingga mereka bisa mengawasi dan menjadi orang yang pertama tahu kalau ada sesuatu.
Informasi yang dikirim kepada para Angels juga cukup lengkap, mulai dari nama perusahaan taksi, pengemudi, nomor taksi, hingga lokasi terkini. Bukan hanya itu, aplikasi ini juga dapat memberi peringatan jika bermasalah.
Lalu, apakah dengan aplikasi ini keamanan penumpang taksi menjadi terjamin? Menurut teori kriminologi, ya, paling tidak bisa mengurangi risiko mengalami kejahatan karena kejahatan terjadi disebabkan oleh minimnya tidak adanya penjagaan.
"Betul karena dalam rational choice itu berkaitan dengan pilihan rasional dari calon pelaku. Artinya, bila dihadapkan dengan keuntungan yang lebih tinggi, dia akan memilih melakukan, dan sebaliknya," ujar Irvan Olii, kriminolog dan dosen Kriminologi Universitas Indonesia.
"Dengan adanya perangkat ini, pilihan rasional dari calon pelaku akan dihadapkan dengan kemungkinan kerugian yang lebih tinggi karena calon korban telah memberikan info keberadaannya kepada orang lain, atau dalam konteks crime triangle, telah memberitahukan pihak 'guardian' yang ia (korban) ketahui," ujarnya.
Namun, apakah aplikasi ini sudah sempurna? Tentunya belum. Masih ada beberapa hal lagi yang bisa diperbaiki. Salah satunya, aplikasi ini juga akan semakin lebih menarik bila terhubung pula dengan aplikasi pemindai atau peta jalan dan bila dapat pula mendapatkan informasi atau memberikan informasi ke pihak yang lebih berwenang, yaitu polisi, seperti info lalu lintas dari TMC Polda Metro.
"Selain itu, aplikasi ini seharusnya juga dapat terhubung dengan jaringan yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pengelola taksi. Artinya, kalau dikaitkan kembali dengan teori crime triangle, pihak 'handler' artinya pihak-pihak yang secara dekat dan langsung dapat mencegah pelaku melakukan jadinya turut mengetahui sehingga dapat turut mencegah tumbuhnya pilihan rasional calon pelaku, yaitu pihak pengelola operasional perusahaan taksi," ujar Olii.
Disclosure: Artikel ini sebelumnya telah dimuat di DailySocial.net. DailySocial.net merupakan salah satu rekanan agregasi konten dari KompasTekno.